Senin, 07 Juli 2025

Bukan Buku Anak: Di Tanah Lada

Ketika aku menonton anime Higehirou, aku nggak pernah bertanya-tanya keputusan Yoshida (tokoh pertama) menolong anak sekolah yang lagi kabur dari rumah. Alasannya karena aku 'merasa' sudah diumur dewasa (walaupun baru masuk umur 20-an) jadi aku berpikir ya wajar saja kalau dia menolong anak kecil, kan memang sudah seharusnya tugas orang dewasa melindungi anak kecil?

Kalimatku tadi mungkin kedengaran rancu, tapi intinya begini: aku merasa orang dewasa punya kewajiban untuk melindungi anak kecil. Orang-orang dewasa itu, baik di dunia nyata atau dunia fiksi ketika mereka mau bersusah-payah menyelamatkan anak yang umurnya lebih muda dari dia (meski nggak ada hubungan darah sekalipun) adalah hal yang sah-sah saja dan memang sudah semestinya.

Tapi kayaknya tulisanku malah semakin membingungkan. 

Ini poin utama argumenku : karena anak di bawah umur belum punya kekuatan untuk menghindari lingkungan toxic, pola pikirnya belum matang seperti orang dewasa. Jadi mereka butuh pertolongan dari kita (orang dewasa). 

Lalu hari ini aku membaca buku Di Tanah Lada karya Kak Ziggy (maaf cuma menuliskan nama depan karena ya seperti kalian tau nama beliau panjang sekali) yang bisa aku selesaikan dalam sehari. 2 jam awal setelah pergantian hari, aku berhasil membacanya sampai setengah dan kemudian melanjutkannya pada 3 jam sebelum pergantian hari. Buku itu tamat kubaca beberapa menit menjelang hari berganti. Jadi hitungannya masih dalam sehari kan aku selesai membacanya?

Bukunya sakit. Pembaca dibuat perutnya melilit. Penulisnya? Tebak sendirinya sajalah. Pembaca masih dalam mode marah. Tapi aku ingin menuliskan pesan ke beliau,

Dear Kak Ziggy, 

Sebelumnya maaf karena baru membaca karya masterpiece-mu 10 tahun setelah cetakan pertama. Ceritanya bagus. Sekali. Tapi cara kamu menyiksa tokoh dalam ceritamu itu jahat kak ...

Lalu masuk dalam pikiran anak kecil yang mengalami kehidupan tak layak, aku merasa nggak pantas jadi orang dewasa karena aku membiarkan mereka menjalani kehidupan itu. Padahal ini cuma cerita fiksi ... tapi rasanya aku ada di bagian penderitaan mereka.  

Terdengar terlalu lebay.

Tapi memang ceritanya sakit betulan. Kita akan diajak menyelami cerita dari point of view anak umur 6 tahun, Ava namanya. Walaupun diceritakan dari perspektif anak-anak, tapi buku ini sama sekali nggak masuk kategori buku anak. Buat trauma!

Ava bertemu dan terteman dengan P, sama-sama masih anak kecil tapi umurnya (agak gede sedikit) 10 tahun. Pola pikir dua bocah kematian (kata temanku istilahnya bokem) ini menakutkan tapi sederhana. Mereka cuma tau mana yang baik dan jahat. Walaupun 2 kata itu kelihatannya sederhana, tapi jangan berpikir pengalaman hidup dua bokem sesederhana itu juga. 

Aku jadi berpikir, ternyata dampak sikap orang dewasa menentukan pola pikir anak-anak ya ... juga bagaimana anak-anak itu memandang hidup dan lingkungan sekitarnya (termasuk orang). Dan lagi-lagi, anak-anak belum punya kekuatan buat menghindar ataupun keluar dari lingkungan toxic

Nggak terhitung berapa kali aku bilang "oh my shayla" karena ingin meluk erat-erat dua bokem kesayanganku itu. Tapi di beberapa aku ketawa ngakak karena interaksi polos dan lucu mereka. Terus celotehan bocil masa bisa buat aku sampai baper coba?

Mas Alri aku nggak jadi minta dinikahin sama kamu. Aku tarik kata-kataku pas baca scene manis kamu. Begitupun dengan Kak Suri. Nggak tau ya aku agak kecewa jadinya, soalnya aku juga sudah baca La Petit Prince. Tapi aku tau alasan Pangeran meninggalkan Mawar karena dia mau menumbuhkan lebih besar lagi cintanya untuk Mawar dan siap kembali di waktu yang tepat. Tapi kalian menyia-nyiakan waktu, nggak lebih upaya dari awal!

Kak Ziggy aku nggak jadi minta maaf karena baru membaca karyamu sekarang. Soalnya kalau aku baca di tahun 2015 (kemungkinan aku masih kelas 1 SMP) aku nggak mungkin bisa memahami dengan baik perasaan Ava dan P. Paling kalau aku baca saat itu, aku cuma menangis akhirnya. 

Aku bersyukur bacanya sekarang. Jadi aku bisa melihat sisi dunia yang berbeda dari cerita mereka. Aku juga nggak nangis kok endingnya, karena sudah feeling saja mereka bakal melakukan 'itu'. Hahaha (tertawa menyesakkan). 

Tapi maaf aku bacanya gratisan di App iPusnas, soalnya negara nggak becus buat kebijakan buat harga buku fisik lebih terjangkau. 

Oh iya sampai lupa, buat pembaca tulisanku terima kasih ya sudah membaca sampai akhir. Inti tulisan ini sebenarnya aku mau review buku Di Tanah Lada, juga menyinggung peran orang dewasa ke anak-anak. 

Btw, kalian juga bisa membacanya di iPusnas kalau mau perasaannya jadi naik-turun pas baca buku ini. Aplikasi iPusnas bisa diakses gratis kok. Selamat membaca!

Terakhir, rating sempurna 5/5 untuk cinta-cintaku Ava dan P. Walaupun ending tidak manusiawi untuk kesehatan batin tapi aku tetap suka cerita ini. 


Catatan : Kayaknya efek gaya penceritaan Ava tulisanku jadi ikutan begini hahaha. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar